SEARCH

Sabtu, 28 Mei 2011

SEJARAH PMI vs BSMI





Ini adalah Sejarah lambang Kemanusiaan sekaligus lambang Pembeda yang di dilindungi oleh konvensi Jenewa . Lambang Tersebut adalah Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Mengapa kita harus mengetahui sejarah?? karena sejarah membuat kita mempunyai Indentitas. Ini lah sejarah nya :
Sejarah Penggunaan Palang Merah, dan Bulan Sabit Merah

1863-1864
Pada 26 Oktober 2963 diadakan Konferensi Internasional I , dengan diikuti delegasi dari 14 negara, dimana salah satu hasil resolusi Konferensi ketika itu menerima lambang palang merah dengan latar belakang putih sebagai lambang khusus, yang kemudian pada Agustus 1864 resolusi itu menjadi perjanjian internasional (Treaty), yang menjadi Hukum Perikemanusian Internasional yang pertama, konvensi genewa 1864 yang didalam salah satu pasal dikatakan hanya mengakui lambang palang merah.

1876-1878
Perang rusia versus Turki. Terjadi penolakan Turki untuk menggunakan Lambang Palang Merah. Hal ini membawa konsekuensi bagi kedua belah pihak pada saat itu untuk mengatur kembali perlindungan terhadap tim medis dan fasilitas-fasilitas yang terlindungi. Oleh karena itu pada tahun 1877 kedua belah pihak berkomitmen secara penuh untuk menghargai penggunaan lambang Palang Merah (Rusia) dan Lambang Bulan Sabit Merah (Turki) pada fasilitas dan tim medis masing-masing negara.

1878
Kesepakatan diatas membuat International Comite of Red Cross (ICRC) pada tahun 1878 menyatakan kemungkinan diadopsinya perhimpunan resmi yang lain untuk negara non Kristen, yakni bulan sabit merah atau singa matahari merah

1899
Diadakan konferensi Maritim di Hague. Negara2 muslim berupaya agar konvensi mengakui lambang yang berbeda denagan palang merah (yakni bulan sabit merah)

1924
Turki Utsmani Runtuh

1929
Terjadi revisi Pasal 19 Konvensi Genewa. Yakni, atas inisiatif Turki Lambang Bulan Sabit Merah kemudian dikenalkan.Sejak saat itulah Lambang Palang Merah, Lambang Bulan Sabit Merah, Lambang singa dan matahari merah telah secara resmi diakui sebagai lambang yang digunakan dalam misi kemanusiaan

3 September 1945
Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah pembentukan suatu badan palang merah nasional

5 September 1945
Dibentuklan Perhimpunan Palang Merah Indonesia (PMI).

1947
Yahudi Israel menguasai Palestina setelah perang Arab-Israel.

1949
Konvensi Genewa tahun 1949 yang terdiri dari 4 konvensi. Negara-negara di dunia melakukan rativikasi atau mengakui konvensi genewa hasil revisi diatas, untuk dipakai di negara masing-masing. Ketiga Lambang Sudah Sah dipakai oleh negara-negara di dunia. Upaya untuk kembali kepada satu lambang yakni Palang merah, gagal, negara di dunia mulai bermunculan memakai bulan sabit merah.

1950
Presiden Soekarno melalui Kepres RIS no 25 / 1950 mengukuhkan penggunaan lambang palang merah oleh perhimpunan PMI.
1958
Republik Indonesia meratifikasi konvensi genewa dalam bentuk UU no 59 / 1958. UU semakin mempertegas peran PMI

1962
Paska Kemerdekaan, Malaysia membentuk Palang Merah Malaysia

1965
Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah di Wina yang membahas peraturan tentang pemakaian Lambang Palang merah atau bulan sabit merah oleh perhimpunan-perhimpunan nasional

1969
OKI didirikan tanggal 25 September 1969 sebagai reaksi atas pendudukan Israel diwilayah Al-Aqsa. OKI terdiri dari 57 negara-negara muslim di dunia.

1975
Palang Merah Malaysia berubah menjadi Bulan Sabit Merah Malaysia

1977
Protokol tambahan I dan Protokol tambahan II mengatur tentang ketentuan2 bulan sabit merah . Indonesia belum meratifikasi protokol tambahan ini.

1980
Iran mengganti lambang singa matahari merah menjadi bulan sabit merah Iran

1985
Statuta Internasional Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah menetapkan, salah satunya prinsip unity atau hanya ada satu lambang yang digunakan sebagai lambang perhimpunan nasional bagi tiap-tiap negara peratifikasi konvensi genewa 1949

1991
Konferensi di Budapest merevisi (melengkapi) peraturan di Wina 1965

1990-1999
Mencuat ke permukaan terkait kenetralan dari palang merah dan bulan sabit merah di beberapa daerah konflik yang pelik (perang bosnia, perang teluk dll). Ketika itu, palang merah kerapkali diidentikkan sebagai simbol Kristen. Sebaliknya, bulan sabit juga kerapkali diidentifikasikan sebagai simbol Islam.

1999
Konferensi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional membentuk Kelompok Kerja Gabungan dari Negara dan Perhimpunan Nasional mengenai lambang yang dapat diterima semua negara. Hasilnya, disepakati lambang tambahan ketiga yang tidak memiliki konotasi negara, politik atau agama apa pun

Desember 2005
Pada Konferensi Diplomatik 2005, diterima Protokol III tambahan untuk Konvensi Jenewa yang menciptakan lambang tambahan disamping lambang palang merah dan bulan sabit merah, yaitu kristal merah.

8 Juni 2002
Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) dalam bentuk yayasan, untuk pertama kali dideklarasikan di Jakarta

2006-2008
PMI mengajukan RUU Lambang Palang Merah ke DPR RI

BULAN SABIT MERAH Sebuah Universalitas

Bahasa kemanusiaan adalah bahasa universal. Itulah yang ingin ditegaskan oleh aktivis-aktivis kemanusiaan di seluruh dunia untuk saling berinteraksi dan mencapai cita-cita bersama untuk membantu sesamanya, yakni menggunakan satu bahasa, kemanusiaan.
Di Indonesia, lembaga kemanusiaan yang ada hanyalah palang merah Indonesia (PMI), yang sejak zaman kolonial sudah ada. Namun, kemudian lahirlah BSMI (Bulan Sabit Merah Indonesia) meski lambangnya identik dengan Bulan sabit yang lebih dekat ke Islam, tetapi BSMI merupakan lembaga yang terbuka dan melayani semua pihak tanpa membedakan suku, agama dan kelompok. Disaat penduduk dibelahan bumi yang jauh disana, lintas negara dan lintas benua, tak berdaya dan membutuhkan uluran tangan, maka masyarakat yang lain tergerak membantu meringankan penderitaan.

BSMI Yang Universal
Palang Merah Indonesia dan Bulan Sabit Merah Indonesia, adalah dua lembaga yang dilindungi keberadaannya oleh konvensi Jenewa.
Prinsip gerakan ke dua organisasi ini sama persis. Yakni Kemanusiaan, yaitu keinginan memberikan pertolongan tanpa membedakan korban yang terluka di dalam pertempuran. Kesamaan, tidak membuat perbedaan atas dasar kebangsaan, kesukuan, agama atau pandangan politik. Kenetralan, senantiasa mendapat kepercayaan dari semua pihak yang bertentangan. Kemandirian, harus selalu menjaga otonomi gerakan sehingga dapat bertindak sejalan dengan prinsip-prinsip dasar gerakan.

Kesukarelaan, memberikan bantuan tidak didasari oleh keinginan untuk mencari keuntungan apa pun. Kesatuan, di dalam suatu negara hanya ada satu perhimpunan palang merah atau bulan sabit merah yang terbuka untuk semua orang di seluruh wilayah. Kesemestaan, mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama manusia di seluruh wilayah dunia.
Menyikapi berbagai interpretasi tentang lambang Bulan Sabit Merah perlu ditegaskan bahwa BSMI adalah lembaga netral dan independen. Sesuai prinsip dasar yang dimiliki BSMI yaitu kenetralan, kemandirian, kesemestaan, kemanusian, profesionalitas, amanah, dan kejujuran.
Bukankah lambang terkait erat dengan identitas yang dibawa? Disaat seperti inilah sosialisasi BSMI dengan lambang Bulan Sabit Merahnya adalah prioritas untuk disampaikan kepada khalayak umum sebagai tantangan bahwa lambang Bulan Sabit Merah adalah lambang kemanusiaan universal seperti halnya lambang kemanusiaan lain yang diakui dalam Konvensi Jenewa.

Bulan Sabit dan Islam
Orang memiliki penilaian ketika melihat logo BSMI langsung ke tengah logo tersebut yang bertuliskan bahasa Arab, yang dengan itu semakin menguatkan asumsi BSMI terlalu Islami. Penilaian tersebut tidak dapat disalahkan juga, penempatan bahasa Arab sebagai salah satu wujud membawa misi Islam rahmatan lil’alamin.
The Complete Dictionary of Symbols menyebutkan bahwa bulan sabit bukanlah monopoli simbol Islam. Pada tahun 341 SM, di Byzantium mata uang koin dicetak dengan lambang bulan sabit dan bintang. Selain itu, dalam budaya Hindu dan Celtic, bulan sabit sebagai lambang yang akan mengubah kepada keabadian. Di Mesir, bulan sabit dan cakram melambangkan kesatuan ketuhanan (divine unity). Sementara dalam dewi-dewi Yunani dan Romawi, mengenakan lambang bulan sabit pada rambut mereka sebagai simbol keperawanan dan kelahiran. Demikian pula pada Maria Sang Perawan yang menggunakan lambang bulan sabit sebagai simbol kesucian.
Karena itu, menurut al-Mausu’ah al-’Arabiyyah al-’Alamiyyah, pada era sekarang ini, bulan sabit telah menjelma menjadi simbol umat Islam. Lantas al-Mausu’ah menjelaskan landasan syar’i (aspek dalil) bulan sabit (al-hilaal) sebagai simbol Islam, yaitu dengan merujuk kepada akar kata al-Ahillah, yakni bentuk plural dari al-Hilaal dalam Surat Al-Baqarah ayat 189.

Lembaga Independen
Sampai saat ini, BSMI Pusat tidak pernah menerima dana bantuan dari Pemerintah. Pendanaan yang dilakukan dibangun atas invovasi kemitraan dan donasi masyarakat. Pencitraan yang terbentuk bahwa BSMI tidak netral telah lama di bantah oleh Pengurus Pusat BSMI.
Hak cipta penggunaan lambang Bulan Sabit Merah seperti yang ada sekarang telah didaftarkan secara resmi ke Departemen Hukum dan HAM Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) tertanggal 6 April 2005. Dan perlu diketahui juga bahwa BSMI adalah badan hukum berbentuk Perhimpunan dan tersebar luas di semenanjung Nusantara, dari Aceh hingga Nabire-Papua. Lambang sebagai tanda pengenal perlahan-lahan akan memasyarakat dengan sendirinya dengan aksi nyata dilapangan, karena masyarakat sendiri yang akan menilainya.

VS

dakwatuna.com - Islam adalah dien universal yang merupakan rahmat untuk seluruh semesta alam. Dan dalam salah satu karakteristiknya, Islam memiliki karakter ‘Insaniyyah’. Secara bahasa, insaniyyah sering diartikan ‘kemanusiaan’. Sedangkan secara istilah, insyaniyyah di sini berarti bahwa Islam sangat sesuai dengan fitrah manusia. Dengan kata lain, pada dasarnya tidak ada satu pun dalam ajaran Islam yang bertentangan dengan jiwa manusia. Islam juga mendudukkan manusia pada posisi kunci dalam struktur kehidupan ini. Oleh karena itu adalah sangat wajar bila masalah kemanusiaan menjadi salah satu hal yang penting dalam Islam.

Jika berbicara mengenai kemanusiaan, secara umum di dunia ini ada dua lambang kemanusiaan yang diakui, yaitu Palang Merah (Red Cross) dan Bulan Sabit Merah (Red Crescent). Untuk ruang lingkup Indonesia, masyarakat secara umum lebih banyak mengenal lambang Palang Merah Indonesia (PMI) yang berbentuk ‘palang’ (cross) berwarna merah karena PMI sudah lebih dahulu hadir sejak jaman kemerdekaan. Selain PMI, di Indonesia juga ada lambang bulan sabit berwarna merah yang lembaganya bernama Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI). BSMI baru hadir di Indonesia sejak 8 Juni 2002 dan sudah mendapat SK Depkum dan HAM, akta notaris, serta sudah mendapat perizinan sebagai suatu Perhimpunan dan Organisasi Kemasyarakatan (ormas).

Saat ini, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sedang merumuskan sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang terkait dengan lambang kemanusiaan. RUU tersebut sudah diberi nama dengan nama RUU Lambang Palang Merah (RUU LPM). Dari nama RUU tersebut sepintas sudah dapat dilihat ketiadaan eksistensi lambang bulan sabit merah. Dan memang pada kenyataannya, saat ini BSMI sedang memperjuangkan eksistensi lambang bulan sabit merah dan lembaga BSMI dalam RUU tersebut. Hal ini penting dilakukan karena jika eksistensi lambang bulan sabit merah tidak ada dalam UU tersebut (jika nanti di sahkan), maka akan ada konsekuensi-konsekuensi hukum terhadap semua lembaga kemanusiaan yang menggunakan lambang selain palang merah, misalnya ditutup lembaganya, didenda, dipenjara, dan sebagainya.

Jika RUU tersebut disahkan dengan menetapkan palang merah sebagai satu-satunya lambang kemanusiaan di negeri ini, tentu hal tersebut adalah sebuah produk hukum yang diskriminatif, melanggar hak asasi manusia (HAM), otoriter, dan bertabrakan dengan semangat demokrasi dan kebhinekaan di Indonesia. Padahal Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, bahkan berpenduduk muslim terbesar di dunia. Sehingga adalah sangat tidak wajar apabila mereka dipaksa menggunakan palang merah sebagai satu-satunya lambang kemanusiaan. Terkait dengan hal ini, BSMI membutuhkan dukungan dari seluruh komponen bangsa agar lambang bulan sabit masuk dalam RUU yang sedang dibahas di Komisi III DPR RI tersebut dan menolak palang merah sebagai satu-satunya lambang kemanusiaan di Indonesia. Pernyataan dukungan dapat langsung ditujukan kepada Komisi III DPR RI, atau bisa juga melalui pos/fax ke sekretariat Komisi III DPR RI.

1 komentar:

  1. Haduh pintar sekali memutarbalikkan kata-kata... Lambang Palang Merah adalah milik negara dan hanya digunakan oleh Negara dan Perhimpunan Kepalang Merahan yang diakui oleh Negara sesuai hukumnya dst... Sedangkan Lambang sah yang diakui dan dipakai di 1 negara secara internasional diatur dalam Konvensi Geneva hanya PM atau BSM tidak keduanya.. Lambang tersebut untuk lambang perlindungan medic tidak boleh diserang oleh pihak yg bertikai.. awalnya... Jadi seperti biasa Pemerintah sendiri yang membuat kesalahan dengan dimanfaatkan oleh pihak tertentu padahal aturannya sudah jelas dalam konvensi tersebut... Jadi yang mana mau dipakai terserah pemerintah.. malah disini..memutarbalikan fakta tentang lambang kemanusiaan isunya... kalau orang ngga ngerti boleh lah dibohongi..

    BalasHapus